WAKTU INDONESIA BARAT

Selasa, 04 Mei 2010

Abdurrahman Ad-Dakhil

0 komentar
"Pusat kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus di bawah otoritas Bani Abbasiyah berakhir pada tahun 750 M. Pembantaian secara besar-besaran mewarnai perjalanan Bani Umayyah. Dalam pembantaian tersebut, Abdurrahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abdul Malik berhasil lolos. Ia kemudian memasuki Andalusia pada tahun 755 M. Di kemudian hari, Abdurrahman mendapat julukan “Ad-Dakhil.” Abdurrahman Ad-Dakhil ini dikenal sebagai “Elang Quraisy.”

Pengantar Kemuliaan Andalusia

Dalam sejarah pemerintahan Islam ada dua dinasti Umaiyah. Keduanya dalam tempat dan waktu yang berbeda. Meskipun demikian keduanya masih satu rangkaian silsilah keluarga, sama-sama berinduk pada klan Umaiyah dari suku Quraisy di Mekah. Berikut ini tulisan wartawan Panji Saidi Abdullah Xinnalecky dan Iqbal Setyarso menyangkut kiprah politik Abdurrahman ibn Mu’awiah ibn Hisyam, alias Abdurrahman Ad-Dakhil. Keturunan Umaiyah yang lolos dari pembantaian Bani Abbas di Damaskus, yang memulai membangun kembali dari awal kekuasaannya di Andalusia, Spanyol, sampai menjadi besar dan disegani.


Pemuda itu berdiri lama di tepian pantai Ceuta, pantai timur selat Gibraltar, Afrika Utara. Matanya nyalang ke arah barat. Mungkin saja ia sedang membayangkan jazirah di Semenanjung Iberia di Eropa barat daya yang terletak persis di bagian barat selat Gibraltar. Satu wilayah yang telah ada di bawah kekuasaan pasukan muslim sejak 710 M. Ketika itu Thariq ibn Abdil Malik An-Nakha’i memimpin 400 pasukan infantri bersama 100 pasukan berkuda (kavaleri), melakukan invasi awal atas perintah Musa ibn Nusair, gubernur Afrika Utara. Ceuta, tanah yang dipijak Thariq ketika itu baru sekitar dua tahun ditaklukkan Musa ibn Nusair atas perintah Khalifah Walid ibn Abdil Malik (Walid I) dari kekuasaan Bizantium, kemudian terkenal sebagai Magribi.

Gubernur Ceuta di bawah Bizantium adalah Julianus. Penguasa Bizantium ini lalu bekerja sama dengan Gubernur Musa menyerang Andalusia. Julianus menaruh dendam terhadap Roderick, raja Andalusia. Roderick telah menggagahi putri Julianus yang diutus ke Kordoba. Selain itu Julianus ingin memanfaatkan situasi untuk memisahkan Ceuta dari Andalusia.

Pemuda di tepi pantai Ceuta itu bernama Abdurrahman ibn Mu’awiah ibn Hisyam ibn Abdil Malik. Siapa ibunya jarang tertulis dalam sejarah, tetapi pernah menyamarkan dirinya bernama Rah, sebagai seorang hamba sahaya, dalam usaha menyembunyikan identitasnya akibat pengejaran Bani Abbas. Pengembaraan Abdurrahman makan waktu lima tahun sampai tiba di Ceuta.

Abdurrahman adalah anggota klan Umaiyah. Keluarga ini dalam sejarah kekuasaan negeri-negeri muslim pernah sangat menderita, terus-menerus menghindari pengejaran pasukan Abu Abbas As-Saffah. Abdurrahman tiba di Ceuta pada 755 M ditemani oleh seorang pendukung setianya bernama Badr.


Keturunan Terakhir. Sungai Efrat, suatu ketika. Pertempuran keras dua kubu, Bani Abbas sebagai pendongkel kekuasaan, melawan penguasa saat itu, Bani Umaiyah. Di tengah sungai itu, ada dua pemuda kakak-beradik berusaha sekuat tenaga lolos dari kejaran tentara Bani Abbas. Mereka mati-matian berenang, tangan-tangan mereka mengayuh-ngayuh di air tak beraturan. Dari caranya bergerak, tampaknya mereka tak biasa berenang. Mereka harus lari, kalau tidak bisa dipastikan mereka akan dibunuh karena keduanya adalah keturunan Umaiyah.

Si kakak bisa lolos, tetapi si adik yang bernama Sulaiman tertangkap. Sulaiman menemui ajal di ujung pedang para tentara Abbasiah yang dikomandoi Abdullah ibn Ali, paman Khalifah Abdul Abbas. Di tengah air sungai itu Abdurrahman menengok ke arah teriakan adiknya sambil terus berenang. Ia masih melihat adiknya berteriak meminta tolong, namun keadaan memaksanya terus berenang. Kalau ia berbalik menolong, sama saja dengan menyerahkan kepala untuk ditebas. Dalam hatinya berharap agar adiknya tidak bernasib seperti anggota keluarganya yang lain. Sebab, adiknya masih kanak-kanak, baru 13 tahun. Tapi nyatanya, si adik dihabisi juga.

Abdurrahman-lah pemuda yang lolos itu. Tapi pasukan Bani Abbas terus melakukan pengejaran terhadap dirinya. Lima tahun lamanya ia berpindah-pindah di kawasan Jazirah Arab Asia Timur, kemudian menuju Jazirah Arab di Afrika Utara dengan menyamar. Dia pernah kepergok pasukan khusus yang dikirim Abdurrahman ibn Habib, penguasa Afrika Utara, Maroko, dan Andalusia, ke Tripoli (Libia) untuk menangkapnya. Pasukan ini orang-orang Barber suku Naghwaza. Mujur, mereka tak mengenali Abdurrahman.

Lolos di Tripoli, Abdurrahman bertekad bulat menuju ke Ceuta pada 755. Setelah enam tahun perjalanan, sejak dari penyeberangan sungai Efrat di Suriah. Ia diterima baik oleh kalangan Barber yang masih punya hubungan famili dengan ibunya. Di Ceuta ia merasa nyaman, sebab banyak warga Barber merupakan pendukung setia dinasti Bani Umaiyah. Dan dengan begitu ia leluasa mewujudkan tekadnya membangun kembali Dinasti Umaiyah di Negeri Semenanjung Iberia, atau yang lebih dikenal dengan nama Andalusia. Kini wilayah itu menjadi Spanyol dan Portugal.


Menaklukkan Andalusia. Hanya beberapa bulan di Ceuta Abdurrahman sudah mampu membaca peta politik di Afrika Utara dan Andalusia. Diam-diam dia menyurati para pendukung setia keluarganya di Andalusia secara. Ia mengutus Badr, pelayan setianya, untuk membawa surat itu. Dalam surat itu ia menceritakan kisah pelariannya, termasuk Abdurrahman ibn Habib, bekas gubernur Umaiyah yang kemudian berbalik mendukung Abbasiah tapi belakangan menyatakan wilayahnya merdeka. Ia meminta kepada para simpatisan klan Umaiyah agar bersedia menerima kehadirannya di tengah mereka, agar dirinya aman.

Ketika surat itu dibawa oleh Badr ke tengah-tengah tokoh-tokoh politik pendukung Umaiyah, maka serta merta mereka bersedia dan senang menerimanya. Tokoh utamanya adalah Abul-Hajjaj Yusuf ibn Bukht. Tokoh lainnya, seperti Shumail ibn Khatim dari Zaragosa pun diajak memperbincangkan isi surat itu. Sebab mereka menangkap adanya isyarat politik di balik surat itu. Yakni keinginan Abdurrahman untuk tampil menjadi penguasa Andalusia meneruskan kejayaan Dinasti Umaiyah yang telah ditumbangkan Bani Abbas di Damaskus.

Shumail ibn Khatim menyambut tawaran politik itu sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Sebab saat itu ia sedang berada dalam kondisi terjepit akibat pengepungan Amir ibn Amr dan Tamim ibn Ma’bad, dua pimpinan pemberontak yang tak suka terhadap dirinya kala ia berkuasa sebagai gubernur Zaragosa. Ia telah mengetahui bahwa Abdurrahman telah memperluas pengaruhnya di kalangan rakyat Afrika Utara, dan telah terbentuk pula pasukannya yang dapat diandalkan. Jika pasukan Abdurrahman itu ke Andalusia maka ia bisa berkoalisi dengannya untuk keselamatan dirinya. Bahkan ia menawarkan anak gadisnya diperistri Abdurrahman untuk mengikat kekeluargaan, tapi dia menolak dengan halus.

Mendengar Abdurrahman akan datang dengan kekuatannya, Amir dan Tamim segera melepaskan pengepungannya terhadap Shumail. Sulaiman ibn Syihab, seorang tokoh perang, diangkat oleh simpatisan Umaiyah untuk menjadi panglima perang mengamankan kedatangan Abdurrahman. Maklum rencana kedatangan itu telah menyebar ke banyak kalangan. Termasuk di kalangan orang-orang Yaman di Andalusia yang sedang terpinggirkan oleh orang Syam (Qais) akibat keberpihakan gubernur Andalusia yang diangkat Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur, khalifah kedua yang menggantikan As-Saffah. Pantas saja kalau orang-orang Yaman memberontak dan bergabung dengan Abdurrahman.

Satuan-satuan pasukan yang terdiri dari orang-orang Suriah dan Yaman menyambut kedatangan Abdurrahman. Dia meninggalkan Ceuta bersama sekelompok pendukungnya dengan kapal yang sengaja dikirim oleh massa pendukungnya di Andalusia menyeberangi selat Gibraltar menuju Andalusia.

Di Andalusia pasukan Abdurrahman ternyata mendapat "sambutan panas". Gubernur Yusuf ibn Abdirrahman Al-Fihr memimpin perang melawan Abdurrahman di Wadi Bakkah, pada 14 Mei 756 M. Tepat pada hari raya Idul Adha, pasukan Abdurrahman berhasil menduduki kota Kordoba, kota utama Andalusia. Abdurrahman digelari "Ad-Dakhil", artinya yang masuk, atau yang menaklukkan. Ia menaklukkan masyarakat yang saling bertikai, penguasa Abbasiah, dan raja-raja kristen Spanyol yang bergerilya menentang kependudukan penguasa muslim. Pada gilirannya, Abdurrahman pulalah yang menggusur dominasi peradaban zaman pertengahan Eropa yang digambarkan sebagai penuh lumpur dan kotoran.

Akhir Dinasti Umaiyah di Timur

Dari kota Khurasan, ibu kota provinsi Kufah, Gubernur Nashr menuliskan sepucuk surat kepada Khalifah Marwan ibn Muhammad (Marwan II) menjelang tahun 132 H./749 M. Dalam surat itu ia peringatkan Khalifah bahwa saat keruntuhan dinasti Umaiyah akan tiba jika dia tidak waspada. "Aku melihat arang telah berkobar di tengah-tengah bara api. Sekalipun kecil, besar kemungkinan akan menjadi bara api. Api menyala dari para pencuri kayu, sedangkan peperangan akan berkobar dari lidah-lidah yang mengibasinya," katanya dalam surat itu.

Gubernur Nashr tahu persis di wilayahnya sampai ke kota Bagdad tengah berkobar gerakan anti-Umaiyah. Marwan pun tahu aksi-aksi itu. Sejak Mu’awiah ibn Abi Sufyan naik tahta sudah ada gerakan semacam itu, dari para pendukung Ali ibn Thalib. Tapi baru pada 28 November 749 M (12 Rabi’ul-Akhir 132 H), setelah 89 tahun berkuasa, Dinasti Umaiyah terjungkal. Bukan oleh pendukung keluarga Ali tapi oleh keturunan Abdullah ibn Abbas. Di Masjid Jami’ Kuffah pada hari itu dilantik Abul Abbas sebagai khalifah pertama Bani Abbas. Marwan II, setelah melakukan perlawanan sengit selama dua tahun lamanya, akhirnya tumbang jua. Sontak, semua anggota klan Umaiyah diburu pasukan Bani Abbas lalu dibantai--dan Abdurrahman satu-satunya yang lolos. Ia malah berhasil menguasai Andalusia, memperluas kekuasaan dan meneruskan Dinasti Umaiyah di wilayah barat di luar kekuasaan Bani Abbas. Ia digelari Ad-Dakhil--sang penakluk.


Beleid Abdurrahman Wahid

Ketika berhasil menduduki Kordoba, Abdurrahman langsung memberlakukan amnesti umum dan menjadi amir pemerintahan di Spanyol sampai 788 M. Penanganan krisis ekonomi dan pangan menjadi prioritas pemerintahannya.

Situasi internal di Spanyol yang penuh pemberontakan bisa diredamnya dengan membangun pasukan terlatih berdisiplin tinggi sebanyak 40.000 personel. Sebagian besar personelnya, muslim suku Barber yang didatangkan dari Afrika Utara. Agar pasukannya loyal, mereka digaji tinggi.

Pasukan ini cukup ampuh menjaga stabilitas negeri. Satu demi satu pemberontakan dipatahkan, bahkan bisa menaklukkan Yusuf Al-Fihr yang telah diampuni tapi memberontak lagi di wilayah utara dan akhirnya terbunuh di Toledo. Pemerintahan Abdurrahman pun bisa memadamkan rencana makar kaum Syiah dan kabilah Arab yang didalangi pengikut Abbasiah, bahkan sampai memukul mundur Karel Agung.

Pada saat Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur mengangkat Al-A’la ibn Mughirah sebagai gubernur Andalusia pada 761 M, kontan Abdurrahman menangkapnya. Dua tahun kemudian ia dijatuhi hukuman mati. Kepalanya diawetkan dengan garam dan kamper, dibungkus bendera hitam dan diselipi surat pengangkatan sang gubernur. Bungkusan itu dikirimkan ke Khalifah Manshur yang sedang berhaji.

Menerima kenyataan itu, Al-Manshur memuji Allah karena dia dan Abdurrahman dipisahkan oleh laut. "Jika tidak, tentu akan terjadi pertempuran yang dahsyat." Tiadanya reaksi Al-Manshur menunjukkan kekuasaan Abdurrahman sangat diperhitungkan. Al-Manshur menjuluki penguasa Spanyol itu "Sakhar Quraisy" alias Rajawali Quraisy karena berhasil membangun kekuasaan jauh melintasi Jazirah Arab.

Menurut riwayat, Abdurrahman pernah menyiapkan pasukan angkatan laut untuk merebut kembali Suriah dari tangan dinasti Abbasiah tetapi rencana itu tak terlaksana karena disibukkan meredam pemberontakan di dalam negeri.

Pemerintahan Abdurrahman berkesanggupan menjaga stabilitas negeri kendati rongrongan demikian kerapnya. Berbagai suku akhirnya bisa berdampingan di bawah naungan kekuasan Andalusia (Arab, Suriah, Barber, Numidia, Arab-Spanyol, dan Goth).

Keberhasilan itu membuat Andalusia negeri yang aman dan berkesempatan membangun peradaban. Masa itu pertanian, perdagangan dan ekonomi Andalusia berlangsung baik, bahkan ada saluran air bersih dan tata kota yang demikian indah. Abdurrahman juga membangun istana Munyatur Rusyafah di luar kota Kordoba yang arsitekturnya menyerupai istana yang dibangun kakeknya, Hisyam, di timur laut Suriah.

Pada 756-788 M, masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (pertama, karena ada dua penerus kepemimpinan Andalusia yang juga bernama Abdurrahman) Ad-Dakhil, kemilau dunia Islam di Barat. (Sekadar catatan nama asli presiden kita sekarang adalah Abdurrahman Ad-Dakhil, di belakangnya ditambah Wahid karena beliau putra KH Wahid Hayim). Pada masa itu berdiri Masjid Agung Kordoba, yang kemudian masyhur sebagai pusat Islam di Barat. Abdurrahman-lah pelopor kegiatan intelektual, seni, dan budaya sehingga Kordoba pada abad ke-9 sampai ke-11 merupakan pusat kebudayaan, ilmu pengetahuan dunia di Barat sejajar dengan Bagdad di Timur.

Leave a Reply